Tentang keterpurukan Persib Musim Ini

Ini hanya tulisan seorang supporter, tidak lebih dari sekedar pendapat tentang tim kesayangannya Persib Bandung yang berdarah-darah mengarungi liga musim ini. Kenapa saya sebut berdarah-darah? Ya, bagi klub sekelas Persib dengan antusias bobotoh yang tinggi, dihuni pemain kelas 1 berlabel tim nasional dan didukung sisi finansial yang mapan, seharusnya klub ini jauh lebih baik daripada klub yang sekedar untuk menggaji pemain dan officialnya saja selalu kebingungan. Posisi Persib di klasemen sementara ISL 2010/2011 sekarang ini jauh dari kata layak untuk tim dengan predikat manajemen terbaik musim lalu ini, bahkan diawal musim Persib sempat terperosok ke dasar klasemen, walaupun kini “sang maung” berhasil memperbaiki posisinya di klasemen sementara ISL, namun papan tengah jelas bukan tempat yang nyaman dan memang bukan tempat yang seharusnya.


Meminjam kalimat pelatih Persib Daniel Roekito bahwa keterpurukan Persib musim ini adalah warisan pra musim, hal ini saya setujui. Karena memang sejak persiapan sebelum liga bergulir bahkan hingga sekarang , “gonjang-ganjing” di tubuh manajemen Persib belum juga usai. Sementara saya pribadi menilai bahwa kisruh panjang manajemen ini justru berawal dari penunjukkan Daniel Darko Janackovic sebagai pelatih kepala kala itu.


Keputusan untuk merekrut DDJ saat itu merupakan sebuah blunder bagi manajemen dan penyandang dana, dimana hal itu seperti menjadi sebuah keputusan yang dipaksakan. Sebab semua bobotoh tau saat itu manajemen begitu “keukeuh” untuk mendatangkan Robert Rene Albert atau Rahmad Darmawan yang dalam penilaian manajemen lebih tau seluk beluk kompetisi nasional selain keduanya sudah teruji dan terbukti berprestasi di kancah ISL. Di sisi lain penyandang dana juga “keukeuh” untuk merekrut DDJ yang dinilai paling cocok untuk menangani Persib dengan referensi dari seorang pelatih kelas dunia Bora Milutinovic, disini sudah mulai terjadi ketidaksolidan di tubuh Persib.


Saat DDJ sudah resmi menjadi pelatih Persib saat itu, berbagai masalah yang berakibat pada ketidak harmonisan antara pelatih dan manajemen mulai muncul diawali dengan perbedaan pendapat tentang pemain mana saja yang direkrut dan pemain mana saja yang dipertahankan dari skuad musim sebelumnya. Sehingga muncul tudingan-tudingan baik kepada pelatih maupun manajemen bahwa mereka bekerja sama dengan agen pemain untuk mendapatkan keuntungan dari kontrak pemain yang direkrut Persib. Dan memang tak bisa dipungkiri perekrutan beberapa pemain di awal musim seperti dipaksakan entah karena faktor kedekatan atau faktor lain yang tidak diketahui bobotoh pada umumnya.


Karakter DDJ yang berasal dari Eropa Timur yang keras dan tegas rupanya tidak sepenuhnya diterima pemain, puncaknya terjadi saat TC di Cirebon, bobotoh mengingatnya dengan “tragedi gelas”. Dimana seorang pemain memecahkan gelas karena ditegur terlambat datang untuk makan siang bersama di hotel tempat Persib menginap. Hasilnya TC pun dihentikan dan semua pemain memberikan sikap bahwa mereka tidak mau dilatih oleh DDJ dengan alasan DDJ otoriter dan tidak mau mendengarkan masukkan dari pemain. Hal inilah yang menjadi bahasan hangat saat itu di kalangan bobotoh, banyak bobotoh menilai pemain Persib yang berlabel bintang dan dikontrak dengan nilai tinggi justru pongah, angkuh dan bermental tempe, karena saat DDJ menerapkan pola disiplin tinggi mereka menolaknya. Hasilnya DDJ diberhentikan sebagai pelatih dengan alasan tidak diterima oleh pemain dan kegagalannya di Inter Island Cup atau kompetisi pra musim dimana Persib mendapat pelajaran penting melalui kekalahan menyakitkan 6-0 melawan Sriwijaya FC. Dan Jovo Cuckovic, sang asisten pelatih yang juga sebenarnya dibawa oleh DDJ ditunjuk untuk menggantikan kompatriotnya itu.


Perjalanan Persib pun dilanjutkan, namun seperti yang diprediksi banyak orang, Persib terseok-seok di awal musim setelah sempat menunjukkan harapan dengan menaham imbang Persela Lamongan di kandangnya sendiri pada laga perdana, di laga-laga selanjutnya Persib lebih sering kurang beruntung dan menelan kekalahan sampai ahirnya Persib terpuruk di papan bawah klasemen ISL saat kompetisi diliburkan menyabut gelaran AFF Cup.


Jovo Cuckovic pun dinilai gagal dan ahirnya digantikan Daniel Roekito, sebelum putaran pertama ISL habis. Mungkin inilah sejarah terburuk Persib dimana dalam satu musim diarsiteki oleh 3 orang pelatih yang berbeda.
Saat jeda kompetisi menuju putaran 2 ISL, Persib mulai berbenah diri, pemain yang dianggap tidak memberikan kontribusi didepak dari skuad Maung Bandung, diantaranya duo Singapura Baihakki bin Khaizan dan Shahril bin Ishak serta striker asal Argentina, Pablo Alejandro Frances yang dipinjamkan ke Persikab Kabupaten Bandung. 3 pemain pun didatangkan, diantaranya Herman Abanda,Shohei Matsunaga dan Miljan Radovic.


Di awal putaran kedua ISL, secercah harapan kebangkitan Persib muncul, diawalai dengan menahan imbang Semen Padang dan mengalahkan Pelita Jaya dimana keduanya merupakan laga tandang, Persib meraih hasil yang positif. Namun ketika Persib berhadapan dengan sama-sama tim besar, Persib seolah tak berdaya, dikalahkan Persija , dan ditahan imbang Persipura di kandang sendiri tentu bukan hasil yang diharapkan semua pihak, ditambah kalah oleh juara musim lalu Arema,Persija Jakarta dan tim kacangan PSPS Pekanbaru baru-baru ini.


Bobotoh pun masih dibuat bingung sebenarnya apa kekurangan Persib sehingga musim ini dirasa begitu berat, namun satu hal yang paling jelas adalah kekisruhan di dalam tim Persib sendirilah yang membuat klub kebanggan warga Jawa Barat ini terpuruk. Tidak perlu menyalahkan siapapun, yang jelas saat ini dibutuhkan kekompakkan untuk membuat Persib kembali kepada track nya. Semua persoalan yang menjadi perselisihan tentu harus diselesaikan dengan kepala dingin dengan semangat pangeran biru, supaya sang maung yang kini sedang tertidur bisa terbangun kembali dan mengaum dengan keras.


Ingat di depan masih ada kompetisi Piala Indonesia yang masih memberikan peluang bagi Persib untuk berprestasi, apalagi Persib menjadi salah satu tim unggulan bersama 7 klub lainnya. Tentunya bobotoh sudah rindu melihat sang maung mengangkat trophy, penantian 17 tahun bukanlah waktu yang sebentar.


Dan kita sebagai bobotoh sudah sewajarnya memberikan dukungan tiada henti bagi klub kebanggan kita Persib Bandung, karena makna seorang bobotoh Persib menurut saya adalah seorang supporter yang selalu memberikan dukungan 100% saat tim nya meraih kemenangan serta memberikan dukungan 200% saat timnya mengalami kekalahan.

0 komentar: